aku tumbuh dari cinta kedua orang tuaku

aku tumbuh dari cinta kedua orang tuaku

setiap manusia tumbuh dari akar yang berbeda. namun semua mempunyai awal yang sama, yaitu rumah. dan di rumah kecil ku, aku dibesarkan oleh dua manusia luar biasa yang tak hanya memberikan kehidupan tapi juga menjadi alasan untuk ku terus melangkah.

orang tua ku bukanlah orang kaya. mereka tidak punya gelar atau harta berlimpah. tapi mereka punya cinta yang tak pernah putus, dan itulah warisan terbesar yang mereka tanamkan pada diriku. dari mereka aku belajar bahwa sukses tidak selalu tentang apa yang terlihat, tapi tentang bagaimana hati tetap kuat saat dunia terus terguncang.

di rumah itu aku, tumbuh dengan pelukan dan tawa. di bawah atap sederhana itu, aku besar dengan kasih sayang yang tak pernah surut sedikit pun. kedua orang tua ku adalah pahlawan pertamaku. merekalah yang pertama mengulurkan tangan nya kala aku terjatuh, yang pertama tersenyum saat aku berhasil, dan yang paling setia mendengarkan tangis serta tawa ku tanpa pernah bosan.

mereka mendidik ku bukan hanya untuk menjadi orang pintar, tapi untuk menjadi manusia. manusia yang tahu caranya bersyukur, manusia yang tidak mudah menyerah, yang mampu berguna bagi sesama, dan manusia yang mampu memahami luka orang lain meski seringkali luka kita sendiri tak di mengerti siapa pun.

mereka selalu berkata padaku, "hidup ini bukan tentang menang atau kalah, tapi tentang seberapa jauh kamu mau terus berjalan. bahkan saat tak ada yang menepuk bahu mu." dan kalimat itu yang selalu memotivasi ku untuk terus melangkah. 

mereka tak pernah menuntut ku untuk menjadi sempurna. mereka hanya ingin aku tumbuh menjadi versi terbaik dari diriku sendiri.

dalam hidupku, ada satu sosok lelaki kuat yang selalu hadir di setiap perjalan ku. tangan nya lah yang selalu menggengam erat tangan mungil ku di setiap langkah ku . ia adalah cinta pertama yang ku sebut bapa.

bapa, mengajarkan ku diam diam lewat keringatnya. ia jarang berkata banyak, tapi keringat nya adalah yang paling jujur tentang perjuangan. dari nya aku belajar bahwa menjadi kuat bukan berarti tak pernah rapuh, tapi tetap berdiri meski lutut gemetar.

bapa selalu berkata satu hal padaku, "Kamu harus bisa lebih dari bapa." kata itu bukan dalam nada perintah. tapi harapan yang lembut seolah dititipkan pada angin agar sampai ke hatiku tanpa tekanan. bapa tidak ingin aku menggantikan nya tapi melampaui nya. bukan untuk bangga melainkan agar aku tak perlu merasakan lelah yang ia sembunyikan selama ini.

suatu saat nanti, aku ingin mewujudkan semua mimpinya. bukan mimpi yang besar ataupun mewah, tapi mimpi sederhana nya. untuk melihat anak nya tumbuh menjadi manusia baik, yang sukses dunia akhirat.

dan di hari itu dengan penuh bangga aku akan berkata, "akulah anak seorang penjahit, yang masa depan nya di jahit sempurna oleh tangan seorang ayah yang hebat"

dan di balik perjuangan seorang lelaki hebat itu, ada seorang perempuan yang tak kalah luar biasanya. ia bukan sekadar pendamping, tapi cahaya yang menuntun langkahku sejak dunia pertama kali kujejaki. ia adalah malaikat tak bersayap yang Tuhan berikan padaku, dialah yang mengandungku selama sembilan bulan, melahirkanku dengan mempertaruhkan nyawa, dan menjadi madrasatul ula, sekolah pertamaku, jauh sebelum aku mengenal bangku sekolah. dan sosok itu adalah orang yang selalu ku sebut namanya selalu, mamah

berbeda dengan bapa yang lebih banyak bicara lewat tindakan, mamah adalah suara yang mengisi hari-hariku. Kalimat-kalimatnya menyelimuti rumah kami dengan kehangatan. bahkan, satu jam saja tanpa suaranya terasa seperti rumah yang kehilangan nadinya.

tangan lembutnya dan hatinya yang luas, adalah pelindung terbaik dalam setiap badai kecil yang pernah aku lalui. ia mendidikku dengan penuh kasih, menyemangati dengan pelukan, membesarkan dengan doa yang tak bersuara namun selalu sampai ke langit.

setiap pagi, senyumnya adalah semangat pertamaku. ia menyuapiku sesendok nasi sebelum aku berangkat sekolah. banyak teman menyebutku manja karena masih disuapi. tapi bagiku, dari sendok kecil itulah ada cinta yang diam-diam menjadi semangatku menuntut ilmu.

sepulang sekolah, mamah selalu menjadi pendengar setiaku. cerita tentang teman, pelajaran, kegagalan kecil, tawa ringan, bahkan perasaan-perasaan yang sulit kujelaskan, semuanya selalu aku ceritakan padanya. ia adalah rumah bagi segala rasa yang tidak bisa kutitipkan ke mana-mana.

dari mamah aku belajar, bahwa cinta sejati bukan hanya tentang kata, tapi tentang kesediaan untuk bertahan, memberi, dan mencintai tanpa pamrih, tanpa pernah meminta balasan apa pun.

Kini aku mengerti, bahwa sukses bukan hanya soal pencapaian, gelar, atau pujian. Sukses adalah tentang bagaimana aku tumbuh menjadi manusia yang kuat tapi lembut, tangguh tapi tetap tahu cara bersyukur, mandiri tapi tidak lupa dari mana aku berasal. Dan semua itu, tidak akan pernah bisa kucapai tanpa dua sosok luar biasa di balik hidupku—Bapa dan Mamah.

Mereka adalah akar yang menopang, tanah yang memeluk, dan cahaya yang menuntun. Dari cinta dan didikan mereka, aku tumbuh menjadi benih yang tak hanya hidup, tapi berani bermimpi dan bertumbuh setinggi yang aku bisa. Bukan untuk diri sendiri, tapi untuk membalas cinta yang tak pernah mereka minta kembali.

Jika suatu hari dunia menyebutku orang sukses, maka aku akan berkata, “Ini bukan karena aku hebat, tapi karena aku lahir dari dua hati yang besar, yang membesarkanku dengan cinta.”

Aku bukan siapa-siapa tanpa mereka. Jika hari ini aku berdiri tegak, itu karena mereka yang lebih dulu rela menunduk—berpeluh dalam lelah, bersabar dalam diam, dan tetap mencinta tanpa syarat.

dalam setiap keberhasilanku, ada punggung bapa yang membungkuk menahan lelah, ada pelukan mamah yang selalu hangat meski tubuhnya letih. Dan aku berjanji, apa pun yang terjadi nanti aku akan terus melangkah, membawa nama mereka sebagai akar dari pohon kehidupanku.

Berita Popular

Advertisement