---
1. Asal-Usul dan Latar Belakang
KH Sholeh Darat lahir sekitar tahun 1820 M (1235 H) di Desa Kedung Jumbleng (ada juga catatan menyebut “Kedung Cumpleng” atau “Jumbleng”), Kecamatan Mayong, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah.
Ayahnya bernama Kiai Umar, seorang ulama sekaligus pejuang yang dipercaya oleh Pangeran Diponegoro dalam perjuangan melawan penjajahan Belanda di pesisir utara Jawa.
Lingkungan keluarganya — dengan tradisi keagamaan dan semangat perlawanan terhadap kolonial — menjadi pondasi kuat bagi semangat belajar agama dan kecintaan terhadap tanah air dalam diri KH Sholeh Darat.
---
2. Perjalanan Menuntut Ilmu
Tahap pertama beliau belajar agama kepada ayahnya, Kiai Umar — mulai dari Al-Qur’an, hingga ilmu dasar seperti nahwu, shorf, aqidah, akhlak, hadis, dan fiqih.
Setelah remaja, beliau melanjutkan pendidikan ke sejumlah pesantren dan guru di Jawa, di antaranya:
Kiai M. Syahid di Pesantren Waturoyo, Pati — mempelajari kitab-kitab fiqih seperti Fath al-Qarib, Fath al-Mu’in, Minhaj al-Qawwim, Syarah al-Khatib, Fath al-Wahab dll.
Kiai Raden Haji Muhammad Sholeh bin Asnawi di Kudus — belajar tafsir (termasuk tafsir Tafsir al-Jalalain)
Kiai Ishak Damaran (Semarang) — belajar nahwu & shorf.
Kiai Abdullah Muhammad bin Hadi Baquni (Semarang) — belajar ilmu falak/astronomi.
Sayyid Ahmad Bafaqih Ba’alawi (Semarang) — belajar kitab-kitab tasawuf dan tauhid seperti Jauhar al-Tauhid dan Minhaj al‑Abidin (karya Imam Al-Ghazali).
Kemudian ia — bersama ayahnya — pergi ke Tanah Suci, Makkah. Di sana ia mengaji kepada sejumlah ulama besar seperti:
Syekh Muhammad al‑Muqri al‑Mishri al‑Makki, Syekh Muhammad bin Sulaiman Hasballah, dan Sayyid Ahmad ibn Zaini Dahlan (Mufti Madzhab Syafi’i di Makkah) — dari mereka beliau memperoleh ijazah dan mendalami fiqih, tafsir, tasawuf, dan lain-lain.
Tantangan terbesar pada zamannya antara lain: kondisi politik kolonial (Belanda), terbatasnya akses pendidikan tinggi dan sarana belajar, serta kebutuhan untuk menyebarluaskan ilmu ke masyarakat luas — membuat usaha belajar dan dakwah menjadi tidak mudah. Hal ini diperparah oleh tekanan terhadap budaya Islam “nusantara” di bawah kolonial.
---
3. Karya Intelektual
KH Sholeh Darat dikenal sebagai penulis berbagai kitab/risalah dalam bahasa Jawa (ditulis dengan huruf Arab Pegon) agar mudah diakses masyarakat awam.
Di antara kitab/karya penting beliau:
Syarah atas Jauhar al-Tauhid (Syekh Ibrahim al-Laqqoni) dan Minhaj al-Abidin (Imam Al-Ghazali). Ini menunjukkan kedalaman beliau dalam tauhid, tasawuf, dan fiqh moral/spiritual.
Tafsir (mengajarkan tafsir Al-Qur’an, termasuk tafsir Jalalain) kepada banyak santri.
Kitab-kitab fiqih, akidah, akhlak, dan panduan agama lain yang disesuaikan dengan konteks masyarakat Jawa — memudahkan masyarakat awam memahami Islam dalam bahasa lokal.
Pengaruhnya sangat besar dalam menjembatani agama (Islam) dengan budaya lokal (Jawa/Nusantara), membantu penyebaran Islam dengan cara yang relevan untuk masyarakat saat itu. Banyak santri dan masyarakat awam yang terbantu oleh karya-karyanya karena bahasanya mudah dipahami.
---
4. Peran dan Kontribusi Global / Nasional
KH Sholeh Darat dikenal sebagai ulama multidisipliner: tafsir, fiqih, tasawuf, pendidikan — sehingga beliau menjadi figur representatif dari apa yang kemudian dikenal sebagai Islam Nusantara.
Dalam konteks dakwah dan pendidikan: setelah belajar di Makkah dan mendapatkan ijazah, beliau juga diizinkan mengajar di Makkah — dan mendapat sambutan dari ulama lokal maupun santri dari berbagai daerah.
Setelah kembali ke Tanah Air, beliau mendirikan pondok pesantren di kawasan “Darat” (Semarang Utara). Di sana beliau mengajarkan agama kepada masyarakat luas — bukan hanya santri kelas menengah ke atas, tetapi juga masyarakat awam.
Oleh karena itu, kontribusinya bersifat global-lokal: membawa ilmu dari Makkah ke Nusantara, menjembatani tradisi pesantren dengan kehidupan masyarakat Jawa, serta membentuk landasan bagi perkembangan Islam moderat & kontekstual di Indonesia. Banyak literatur modern menyebutnya sebagai tokoh kunci dalam narasi Islam Nusantara.
5. Murid dan Jaringan Keilmuan
Beberapa murid atau orang yang mendapatkan pengaruh langsung dari KH Sholeh Darat, dan kemudian menjadi tokoh besar di Indonesia, antara lain:
KH Hasyim Asy'ari — pendiri Nahdlatul Ulama (NU).
KH Ahmad Dahlan — pendiri Muhammadiyah.
Bahkan tokoh perempuan seperti R.A. Kartini — dikisahkan pernah mengaji kepadanya.
Selain itu banyak kiai-kiai daerah di Jawa yang menjadi “anak spiritual” beliau — menyebar pemikiran dan nilai-nilai keilmuan serta akhlaknya ke penjuru Nusantara.
Dengan demikian, jaringan keilmuan beliau cukup luas — menjembatani tradisi pesantren lama dengan generasi pelanjut yang kelak membentuk arah Islam di Indonesian modern.
6. Perjuangan dan Keteguhan Iman
KH Sholeh Darat tumbuh dari keluarga perjuangan: ayahnya bersama jaringan perlawanan terhadap kolonial (pada masa Pangeran Diponegoro). Itu membentuk rasa cinta tanah air dan semangat anti-kolonial.
Beliau sendiri ikut mempertahankan identitas Islam Nusantara — dengan mendakwahkan Islam dalam bahasa lokal (Jawa, Arab-Pegon) — sebagai bentuk perjuangan kultural melawan dominasi budaya asing/pengaruh kolonial.
Keteguhan iman dan keberanian dakwahnya tampak dari keputusan kembali ke tanah air untuk mengajar masyarakat luas (tidak hanya elite), meskipun pada masa itu banyak tantangan: tradisi lokal, kemiskinan, tekanan kolonial.
7. Nilai-Nilai Keteladanan
Beberapa nilai moral/karakter yang paling menonjol dari sosok KH Sholeh Darat:
Semangat belajar dan keilmuan tinggi — ia menimba ilmu dari berbagai guru, bahkan sampai Mekah, menguasai banyak disiplin: fiqih, tafsir, tauhid, tasawuf, falak.
Kerendahan hati & kemudahan bagi orang awam — karya-karya ditulis dalam bahasa lokal agar mudah dipahami masyarakat biasa; mengutamakan dakwah yang inklusif dan kontekstual.
Cinta tanah air & identitas Nusantara — tak hanya ilmu agama, ia juga menanamkan nasionalisme, serta mempertahankan budaya lokal dalam bingkai Islam.
Kesetiaan pada nilai spiritual & moral — tasawuf dan akhlak menjadi bagian penting dari ajarannya, bukan hanya hukum fikih.
8. Relevansi untuk Generasi Sekarang
Nilai-nilai perjuangan dan keilmuan KH Sholeh Darat tetap relevan bagi remaja sekarang:
Semangat belajar terus-menerus — meskipun di era modern dengan banyak distraksi, kita bisa meneladani kegigihan beliau dalam menuntut ilmu.
Menggabungkan ilmu agama dengan budaya lokal — penting untuk menjaga identitas budaya sambil tetap menjalankan ajaran agama; menjadikan ajaran agama relevan dalam konteks Nusantara.
Keterbukaan, toleransi, dan inklusivitas — menulis dengan bahasa lokal, mengajar masyarakat biasa, menunjukkan bahwa agama bisa merangkul semua lapisan.
Patriotisme dan cinta tanah air — memperjuangkan kemerdekaan spiritual dan moral, serta menghargai akar budaya sendiri.
Bagi remaja saat ini, ini bisa diterjemahkan sebagai: terus belajar, peduli lingkungan dan komunitas, menghargai warisan budaya dan identitas, serta menjunjung tinggi akhlak.
---
9. Pertanyaan Jika “Bertemu” dengan Beliau
Jika saya punya kesempatan “bertemu” dengan KH Sholeh Darat, saya ingin bertanya:
> “Bagaimana Bapak melihat tantangan umat Islam di masa kini — terutama generasi muda — dalam menjaga keseimbangan antara ilmu agama, identitas budaya Nusantara, dan modernitas global?”
Alasannya: karena masa sekarang sangat berbeda: globalisasi, teknologi, perubahan sosial — saya ingin tahu bagaimana pandang beliau terhadap penerapan nilai-nilai tradisional agar tetap relevan.
10. Kutipan Inspiratif / Puisi Pendek (dari semangat beliau)
> Di pesisir utara Jawa, dari Daratmu tumbuh cahaya —
Ulama Jawa membawa Qur’an, menenun tauhid dengan bahasa ibu.
Dari kitab Arab, ke pegon Jawa, mengalir hikmah tak terbatas —
Menjembatani Mekah dan kampung halamanku,
Mengajar akal dan akhlak, meneguhkan iman dan cinta tanah air.

Komentar
Tuliskan Komentar Anda!