1. Asal-Usul dan Latar Belakang
Nuruddin bin Ali ar-Raniri lahir di Rander, Gujarat, India, sekitar akhir abad ke-16 (diperkirakan 1580-an). Ia wafat sekitar 1658 M.
Ia berasal dari keluarga Arab Hadhrami yang menetap di India, dikenal sebagai keluarga religius dan pedagang. Lingkungan keluarganya yang sangat dekat dengan tradisi keilmuan dan keislaman membuatnya tumbuh dengan semangat belajar, terutama dalam bidang fikih dan tasawuf.
2. Perjalanan Menuntut Ilmu
Ar-Raniri menuntut ilmu di:
- Gujarat (India)
- Arab, terutama Hadhramaut
- Aceh Darussalam (Nusantara)
Guru-gurunya kebanyakan berasal dari kalangan ulama tarekat dan ahli fikih dari Hadhramaut dan India.
Tantangan zamannya adalah perdebatan teologis, terutama antara ulama tasawuf wujudiyah dan ulama syariah. Ia juga menghadapi kondisi politik Aceh yang sedang berubah setelah masa Sultan Iskandar Muda.
3. Karya Intelektual
Karya penting:
Bustanus Salatin — Ensiklopedia besar tentang sejarah, pemerintahan, adab, dan moral. Berpengaruh besar pada tradisi kesultanan Melayu.
Hujjat al-Siddiq li Daf‘ al-Zindiq — Karya teologis untuk menolak ajaran wujudiyah Hamzah Fansuri.
Asrar al-Insan — Tentang tasawuf dan hakikat manusia.
Sirat al-Mustaqim — Buku fikih penting di dunia Melayu.
Pengaruhnya besar dalam:
- Pembaruan fikih di Aceh
- Penertiban pemahaman tasawuf
- Pengembangan literatur Melayu Islam
4. Peran dan Kontribusi Global
Beliau dikenal internasional dalam bidang:
- Fiqih Syafi’i
- Tasawuf
- Historiografi (penulisan sejarah)
- Dakwah dan pendidikan
Tempat perjuangannya:
- Gujarat (India)
- Arab
- Aceh Darussalam (Indonesia)
5. Murid dan Jaringan Keilmuan
Beberapa murid dan penerus pemikiran ar-Raniri:
Syekh Abdul Rauf as-Singkili (meskipun kemudian berbeda pendekatan tasawuf)
Ulama-ulama Aceh abad ke-17 yang meneruskan karya fikih dan sejarah
Jaringan ulama Gujarat dan Hadhramaut
6. Perjuangan dan Keteguhan Iman
Bentuk perjuangannya:
- Menegakkan ajaran ahlus sunnah dan fikih Syafi’i di Aceh.
- Berani menentang ajaran wujudiyah yang dianggap menyimpang pada masa itu.
- Menghadapi tekanan politik dan perbedaan pandangan, namun tetap teguh menyampaikan dakwahnya.
Keberaniannya terlihat ketika ia:
- Mengkritik pemikiran yang dianggap membahayakan akidah umat, meski banyak pengikutnya.
- Menyampaikan kebenaran di hadapan sultan.
7. Nilai-Nilai Keteladanan
Nilai keteladanan ar-Raniri:
- Keberanian dalam kebenaran
- Komitmen terhadap ilmu
- Ketekunan menulis dan berkarya
- Cinta terhadap syariat dan dakwah
- Ketegasan dalam menjaga akidah umat
8. Relevansi untuk Generasi Sekarang
Nilai-nilai perjuangan dan keilmuan ar-Raniri yang bisa diterapkan remaja masa kini:
- Semangat belajar dan membaca
- Berani menyampaikan pendapat yang benar
- Kritis terhadap pengaruh buruk yang merusak moral
- Mampu berdiskusi dengan sopan meski berbeda pandangan
- Menggunakan ilmu untuk memberi manfaat, bukan pamer
9. Inspirasi Pribadi
Pertanyaan yang ingin aku tanyakan kepadanya:
> “Bagaimana cara menjaga keteguhan hati dalam mencari kebenaran di tengah banyaknya perbedaan pendapat?”
Alasannya:
Karena di zaman sekarang informasi sangat banyak dan sering membingungkan, jadi penting untuk tahu bagaimana tetap teguh dan tidak mudah terpengaruh.
10. Karya Kreatif Kelompok (Puisi / Kutipan Inspiratif)
Puisi Pendek:
“Cahaya dari Rander”
Dari Rander ke tanah Aceh,
kau bawa ilmu sebagai panah.
Teguh berdiri mengusir gelap,
menjaga umat dari langkah lemah.
Karyamu jadi pelita zaman,
pena mu tajam menulis kebenaran.
Syekh ar-Raniri, ulama berani,
jejakmu tetap hidup hingga kini.


Komentar
Tuliskan Komentar Anda!