SYEKH ABDURRAUF BIN ALI AS SINGKILI

SYEKH ABDURRAUF BIN ALI AS SINGKILI

1. Asal-Usul dan Latar Belakang

Lahir dan Wafat: Beliau lahir di Singkil atau Fansur (Barus), Aceh, sekitar tahun 1024 H / 1615 M. Beliau wafat pada sekitar tahun 1105 H / 1693 M dalam usia 73 tahun, dan dimakamkan di dekat Kuala Sungai Aceh (Syiah Kuala), Banda Aceh.

Pengaruh Keluarga: Beliau berasal dari keluarga ulama. Ayahnya, Syekh Ali, diduga adalah seorang pendatang dari Arab atau Persia yang menetap di Fansur/Singkil. Pendidikan awalnya didapatkan langsung dari ayahnya sendiri dan ulama-ulama setempat di Fansur dan Banda Aceh. Lingkungan keluarga yang agamis dan intelektual ini menjadi dasar kuat bagi perjalanan keilmuannya.

2. Perjalanan Menuntut Ilmu

Tempat Belajar:

Nusantara: Fansur dan Banda Aceh (pada masa muda).

Timur Tengah (sekitar 19 tahun): Sepanjang rute haji, termasuk Dhuha (Doha) di Teluk Persia, Yaman, Jeddah, Mekkah, dan Madinah.

Guru-Guru Terkenal:

Syekh Ahmad al-Qushashi (guru utamanya di Madinah, ahli tasawuf dan penyebar Tarekat Syattariyah).

Khalifah Ibrahim al-Kurani.

Abd Al-Qadir al Mawrir (di Doha, Qatar).

Secara keseluruhan, tercatat beliau belajar kepada sekitar 19 hingga 27 ulama terkemuka.

Tantangan Terbesar: Tantangan utama pada masa itu adalah perjalanan panjang dan sulit dalam menuntut ilmu lintas benua. Selain itu, beliau hidup di tengah perdebatan teologi yang sengit di Aceh mengenai konsep tasawuf, khususnya ajaran Wahdatul Wujud (kesatuan wujud). Beliau memainkan peran penting dalam memoderasi pandangan tasawuf dengan memurnikan ajaran Syattariyah dari unsur-unsur yang dianggap ekstrem.

3.Karya intelektual

Judul Karya Penting:Tarjuman al-Mustafid (Terjemah Pemberi Faedah)

Bidang:Tafsir

Isi singkat dan pengaruh:Tafsir Al-Qur'an pertama yang lengkap dalam bahasa Melayu. Karya ini menjadi tonggak sejarah, membuka akses pemahaman Al-Qur'an secara luas bagi masyarakat Nusantara dan dunia Melayu-Islam.

Judul karya penting:Mir'ah al-Thullab (Cermin Penuntut Ilmu)

Bidang: Fikih (Hukum Islam)

Isi singkat dan pengaruh:Kitab fikih mazhab Syafi'i yang disusun atas permintaan Sultanah Safiatuddin. Menjadi pedoman utama hukum Islam di Kesultanan Aceh dan Nusantara.

Judul karya penting:Tanbih al-Masyi dan Kifayat al-Muhtajin

Bidang:Tasawuf

Isi singkat dan pengaruh:Mengajarkan Tarekat Syattariyah dan menjelaskan konsep-konsep tasawuf, termasuk Wahdatul Wujud dengan interpretasi yang moderat. Berpengaruh besar dalam penyebaran tarekat di Sumatera dan Jawa.

Judul karya penting:Terjemahan Hadis Arba'in (Imam An-Nawawi)

Bidang:Hadis

Isi singkat dan pengaruh:Terjemahan atas permintaan Sultanah Zakiyyatuddin, menunjukkan peran beliau dalam mengenalkan ilmu Hadis di Nusantara.

4. Peran dan Kontribusi Global

Bidang Utama: Beliau sangat dikenal dalam bidang Tasawuf (Tarekat Syattariyah), Fikih (Hukum Islam), Tafsir, dan Pendidikan.

Peran Internasional: Beliau adalah salah satu tokoh kunci dalam jaringan ulama Nusantara-Timur Tengah yang menghubungkan dunia Islam di Asia Tenggara dengan pusat keilmuan di Haramain (Mekkah dan Madinah).

Jabatan: Diangkat sebagai Qāḍi Mālik al-'Ādil atau Mufti Agung Kerajaan Aceh pada masa pemerintahan Sultanah Safiatuddin, menjadikannya tokoh politik dan agama tertinggi yang bertanggung jawab atas administrasi keagamaan.

Negara Perjuangan:

Indonesia (Nusantara): Aceh (tempat kelahiran, pendidikan awal, dan pengabdian terakhir).

Timur Tengah (Daerah Hijaz dan Teluk Persia): Mekkah, Madinah, Yaman, Doha (sebagai tempat menuntut ilmu dan membangun jaringan intelektual selama 19 tahun).

5. Murid dan Jaringan Keilmuan

Syekh Abdurauf menjadi guru bagi ulama-ulama besar yang kemudian menyebarkan ajarannya di seluruh Nusantara:

Syekh Burhanuddin Ulakan (Tuanku Ulakan), yang menyebarkan Tarekat Syattariyah di Minangkabau (Sumatera Barat).

Syekh Abdul Muhyi Pamijahan, yang menyebarkan Tarekat Syattariyah di Jawa Barat.

Muhammad Baba Daud Rumi (pengarang Masailal Mukhtadi).

Syekh Abdul Malik bin Abdullah (Tok Pulau Manis) dari Terengganu, yang menyebarkan ajaran ke Semenanjung Melayu.

6. Perjuangan dan Keteguhan Iman

Bentuk Perjuangan: Perjuangan beliau lebih bersifat intelektual dan keilmuan di lingkungan istana dan masyarakat.

Reformasi Tasawuf: Beliau berhasil memoderasi dan membumikan ajaran tasawuf (khususnya Tarekat Syattariyah) agar sesuai dengan syariat Islam, menyeimbangkan syariat (zahir) dan hakikat (batin), yang sebelumnya tegang karena isu Wahdatul Wujud.

Pendidikan dan Sosial: Beliau mendirikan lembaga pendidikan (Surau/Pesantren) di Kuala Aceh untuk membina masyarakat.

Keberanian dalam Berdakwah: Keberanian beliau ditunjukkan melalui perannya sebagai Mufti Agung (Qadi Malikul Adil) yang menegakkan hukum Islam dan memberikan nasihat kepada Sultanah. Beliau berani menyajikan pemikiran yang moderat, menyelaraskan kekuasaan politik dengan prinsip-prinsip syariah.

7. Nilai-Nilai Keteladanan

Nilai moral dan karakter yang paling menonjol dari Syekh Abdurauf al-Singkili adalah:

Semangat Belajar dan Kerja Keras: Terbukti dari pengembaraan ilmiahnya selama 19 tahun di Timur Tengah dan produktivitasnya dalam menghasilkan puluhan karya tulis.

Intelektual Moderat: Kemampuannya meramu ilmu fikih, tafsir, dan tasawuf, serta memoderasi pemahaman keagamaan di tengah konflik teologi.

Kecintaan pada Ilmu dan Bangsa: Dedikasinya untuk menulis kitab tafsir dan fikih dalam bahasa Melayu (bahasa ibu Nusantara), sehingga ilmu agama dapat dipahami oleh masyarakat luas dan tidak hanya terbatas pada kalangan ulama berbahasa Arab.

8. Relevansi untuk Generasi Sekarang

Nilai-nilai beliau sangat relevan untuk remaja masa kini:

Keseimbangan Zahir dan Batin: Remaja perlu mencontoh keseimbangan beliau antara ilmu dunia (zahir) dan ilmu agama/spiritualitas (batin). Beliau menunjukkan bahwa menjadi ahli agama tidak berarti meninggalkan kecerdasan intelektual, dan sebaliknya.

Literasi Lokal dan Global: Semangat beliau menerjemahkan ilmu agama ke bahasa Melayu harus diterjemahkan menjadi semangat menguasai ilmu pengetahuan global (misalnya, bahasa internasional dan teknologi) sekaligus tetap cinta dan melestarikan kearifan lokal (bahasa, budaya, nilai-nilai Nusantara).

Jaringan Positif: Beliau membangun jaringan ulama yang mendunia. Remaja saat ini dapat mencontohnya dengan membangun jaringan pertemanan dan profesional yang positif, yang saling mendukung untuk meraih kemajuan.

9. Inspirasi Pribadi

Jika saya bisa "bertemu" dengan Syekh Abdurauf al-Singkili, saya ingin bertanya:

"Di antara sekian banyak disiplin ilmu yang Anda kuasai—Fikih, Tafsir, Hadis, dan Tasawuf—manakah yang paling menentukan arah dakwah Anda, dan mengapa Anda memilih untuk membumikan Tarekat Syattariyah melalui jalur moderat, bukan jalur ekstrem yang lebih cepat populer?"

Alasan Penting: Pertanyaan ini penting untuk memahami filosofi dakwah beliau. Di tengah gejolak ideologi, keputusan seorang ulama besar untuk memilih jalur moderat dan integratif (memadukan syariat dan hakikat) adalah kunci keberhasilannya dalam membangun peradaban Islam Nusantara yang harmonis. Ini memberikan pelajaran tentang pentingnya kebijaksanaan (hikmah) dalam berdakwah.

10. Karya Kreatif Kelompok (Puisi Pendek)

???? Syiah Kuala: Jembatan Rahmat

Di Singkil lahir, di Aceh bersemi,

Berlayar jauh, mengejar sunyi.

Fikih dan Tasawuf, tangan bergandeng,

Mencipta terang, hati yang bening.

Tarjuman al-Mustafid, cermin Melayu,

Firman Illahi, tak lagi meragu.

Syattariyah dibawa, damai di hati,

Wahai pewaris, teruskan bakti!

Makna: Mencerminkan perjalanan beliau dari Singkil ke Timur Tengah dan kembali, serta kontribusinya yang terbesar dalam menerjemahkan Al-Qur'an dan menyebarkan ajaran tasawuf yang moderat ke seluruh Nusantara.

Berita Popular

Advertisement