ulama abu abdu mu\'thi nawawi al-tanari al-bantani

ulama abu abdu mu\'thi nawawi al-tanari al-bantani

rangkumah tentang abu abdul mu'thi nawawi al-tanari al -bantani

1. Asal-Usul dan Latar Belakang

Nama lengkap beliau: Abu Abdul Muʿthi Muhammad Nawawi bin Umar al-Tanari al-Bantani al-Jawi.

Lahir di Desa Tanara, Kecamatan Tirtayasa, Kabupaten Serang, Banten.

Tanggal kelahiran: sekitar tahun 1230 H / 1815 M.

Wafat pada 25 Syawal 1314 H / 1897 M, di Makkah.

Keluarganya: ayahnya, Umar bin Arabi, adalah seorang ulama dan pemimpin masjid di Tanara.

Garis keturunannya sangat terhormat: dari kesultanan Banten dan bahkan ada silsilah ke Sunan Gunung Jati.

Lingkungan keluarganya sangat religius – tumbuh dalam tradisi ulama dan pendidikan Islam sejak kecil.

---

2. Perjalanan Menuntut Ilmu

Beliau mulai belajar ilmu agama di Tanara (di pesantren lokal keluarganya).

Kemudian beliau pergi ke Mekkah untuk menuntut ilmu syar’i, bahasa Arab, tafsir, hadis, dan fiqih.

Guru-gurunya di Mekkah / Arab antara lain: Syaikh Ahmad al-Nahrawi, Syaikh al-Dimyati, Syaikh Zaini Dahlan.

Selain Mekkah, beliau juga belajar ke Mesir dan daerah Syam (konon) untuk memperdalam pengetahuan.

Tantangan pada zamannya: sebagai ulama Nusantara, belajar di Mekah / luar negeri di abad 19 berarti menghadapi hambatan perjalanan dan sumber daya; juga masa penjajahan Belanda di Indonesia membuat situasi lokal tidak mudah.

Karena keilmuannya, beliau diakui dan akhirnya mengajar di Masjidil Haram (Makkah), bahkan menjadi pengajar tetap.

---

3. Karya Intelektual

Syekh Nawawi al-Bantani menulis banyak karya (lebih dari 100), terutama syarah (komentar) atas karya ulama terdahulu. Beberapa karya penting:

1. Sullam al-Munājah (syarah Safīnah al-Shalāh)

Kitab ini membahas fiqih ibadah salat: bersuci (wudhu, mandi), rukun salat, sunnah, dan adab setelah salat.

Dalam bagian tauhid di kitab ini, beliau menjelaskan makna syahadat, sifat Allah, dan sifat Nabi.

Kitab ini cukup ringkas dan populer di pesantren karena sangat praktis sebagai panduan ibadah.

2. Tanqīḥ al-Qaul al-Ḥatsīts (kadang disebut Tanqih al-Qaul)

Ini adalah syarah atas Lubāb al-Hadits karya Imam as-Suyuthi.

Isinya membahas 40 hadits pilihan tentang keutamaan amalan (faḍāʾil al-ʿamal) yang kadang terlupakan: misalnya doa, dzikir, shalawat, istighfar, sedekah, pernikahan, dan lain-lain.

Metodologinya: beliau menggunakan pendekatan ijmālī (penjelasan ringkas) dan juga sedikit tahlīl (analisis), serta menambahkan sanad, makna, dan ulasan tentang kualitas hadits.

Beliau juga menambahkan konteks sufistik dan perspektif fiqih dalam menjelaskan hadits-hadits tersebut.

Dampak / pengaruh: Kitab ini sangat populer di pesantren-pesantren Nusantara sebagai rujukan amalan sunnah sehari-hari.

3. Syarh Bahjah al-Wasa’il

Ini adalah syarah atas risalah al-Risālah al-Jāmi’ah karya Sayyid Ahmad al-Habsyi.

Bahasan: dasar-dasar iman (tauhid), fiqih (shalat, puasa, zakat, haji), dan tasawuf (penjernihan hati).

Pengaruh: menjadi referensi bagi pemahaman dasar agama (akidah, ibadah, tasawuf) dalam tradisi pesantren dan studi keilmuan Islam di Nusantara.

---

Pengaruh dan Warisan

Karya-karyanya, terutama Tanqih al-Qaul, masih diajarkan di banyak pesantren di Indonesia dan negara Asia Tenggara.

Beliau dihormati sebagai tokoh ulama Nusantara yang “mendunia” karena perannya di Makkah dan tulisan-tulisannya yang diterima luas.

Karena pemahamannya yang moderat dan seimbang (fiqih + tasawuf), beliau menjadi contoh penting dalam tradisi keilmuan Islam di Nusantara.

4. Peran dan Kontribusi Global

Bidang Keilmuan

Syekh Nawawi al-Bantani dikenal sebagai ulama multidimensi: ia ahli dalam fiqih, tafsir, hadis, dan tasawuf.

Ia menulis sangat banyak: sekitar 115 kitab, meliputi berbagai disiplin seperti fiqih, tauhid, tasawuf, tafsir, hadits.

Pemikirannya sering dianggap moderat dan inklusif, terutama dalam masalah fiqih dan perbedaan madzhab.

Ia juga berperan sebagai ulama publik: mengajar dan berdakwah lewat tulisan (“jihad bil qalam”) daripada keterlibatan militer langsung.

Institusi dan Lokasi Aktivitas

Beliau menghabiskan banyak waktunya di Mekah, terutama di Masjidil Haram, sebagai pengajar dan imam.

Karena pengaruhnya di Jazirah Arab, ia dikenal dengan gelar “Sayyid ulama al-Hijaz” (pemimpin ulama Hijaz).

Karya-karyanya tersebar tidak hanya di Nusantara, tetapi juga di negara-negara Arab dan pesantren di Asia Tenggara, seperti Malaysia, Filipina, Thailand, hingga Timur Tengah.

Ia juga pernah diundang ke Mesir (Al-Azhar, Kairo) untuk kuliah singkat di forum ilmiah sekitar tahun 1870.

Dengan demikian, kontribusinya sangat global — baik dari segi ilmu (fikih, tafsir, tasawuf) maupun penyebaran ajaran di berbagai wilayah di dunia Islam.

5.Murid dan Jaringan Keilmuan

Syekh Nawawi al-Bantani melahirkan banyak murid penting, baik dari Indonesia maupun dari negara lain. Berikut beberapa di antaranya:

K.H. Hasyim Asy’ari: salah satu murid paling terkenal; pendiri Nahdlatul Ulama (NU).

K.H. Ahmad Dahlan: pendiri Muhammadiyah. Menurut sumber, ia adalah murid Nawawi.

Syekh Kholil al-Bangkalan (Madura): juga murid dan menjadi ulama penting dalam tradisi pesantren.

Jalan Damai

Syekh Arsyad Thawil al-Bantani: ulama dan pejuang dari Banten yang belajar kepada Nawawi.

Syekh Muhammad Mahfudz at-Tarmasi: salah satu murid dari kelompok internasional.

Syekh Abdul Qadir bin Mustafa al-Fathani (Pattani, Thailand): menunjukkan jangkauan ilmiah Nawawi sampai Asia Tenggara.

Syekh Abu al-Faidh Abdus Sattar bin Abdul Wahhab ad-Dahlawi (Delhi, India): muridnya dari luar Nusantara.

Jaringan keilmuan ini sangat luas dan lintas negara, menunjukkan betapa pengaruh Nawawi tidak terbatas di Indonesia saja.

6.Perjuangan dan Keteguhan Iman

Perjuangan terhadap Penjajahan / Konteks Sosial Zaman

Meskipun Syekh Nawawi tidak dikenal sebagai pejuang militer, perjuangannya lebih bersifat intelektual (“jihad bil qalam”). Ia menggunakan tulisan dan pengajaran sebagai cara memperkuat kesadaran keagamaan dan kecintaan kepada tanah air (nasionalisme pesantren).

Pemikiran beliau tentang moderasi dan toleransi sangat penting dalam konteks Islam Nusantara, terutama menghadapi perbedaan madzhab dan tantangan sosial-politik.

Jalan Damai

Keteguhan dalam Berdakwah

Di Mekah, beliau mengajar di Masjidil Haram di hadapan para ulama besar, dan kemudian membuka majelis ilmu sendiri. Hal ini menunjukkan keberanian dan kepercayaan diri yang besar dalam menyebarkan ilmu di pusat Islam.

Harian Madrasah

Beliau sangat dermawan dengan ilmunya: karya-karyanya banyak disebarkan tanpa mempermasalahkan hak cipta atau royalti. Menurut riwayat, ia sering mengirim manuskripnya dan tidak ikut campur bagaimana penerbit menyebarkannya.

Harian Madrasah

Dalam menghadapi perbedaan fiqih dan ajaran, beliau memilih dialog ilmiah, pendekatan moderat, argumentasi rasional, dan toleransi, alih-alih kekerasan.

7.Nilai-nilai keteladanan Abu Abdul Mu'thi Nawawi al-Tanari al-Bantani

•Keilmuan dan produktivitas:

Beliau adalah ulama yang sangat produktif, terbukti dari karyanya yang mencapai lebih dari 100 kitab. Dedikasinya terhadap ilmu dan pengetahuannya yang mendalam menjadi teladan bagi umat.

•Akhlak mulia:

Kejujuran dan tanggung jawab: Menjadi teladan dalam kejujuran, tanggung jawab, dan keikhlasan.

Kerendahan hati (tawadlu'): Beliau dikenal dengan sifat tawadlu' yang tinggi, bahkan saat karya-karyanya diterima luas.

•Sikap moderat dan adil:

Moderat: Pemikirannya moderat dan menolak perbuatan yang memecah belah, seperti yang tertera dalam karyanya Tafsir Munir.

Adil: Ia mengajarkan pentingnya berlaku adil dalam segala aspek, seperti perkataan, keyakinan, dan perlakuan terhadap keluarga.

•Hidup proporsional:

Beliau mengajarkan agar hidup seimbang antara dunia dan akhirat. Mencari rezeki diperbolehkan selama tidak melalaikan kewajiban kepada Allah SWT, bahkan bisa menjadi bagian dari jihad jika dilakukan sesuai syariat.

•Keberanian moral:

•Menasihati penguasa:

Berani menyampaikan nasihat kepada penguasa yang zalim dengan bahasa yang santun dan sopan.

•Membela kebenaran:

Menjadi sosok yang membela aspirasi rakyat, bukan sebaliknya, seperti yang dicontohkan dalam pendapatnya tentang ziarah kubur yang berbeda dari pandangan pemerintah Arab Saudi saat itu.

8.Relevansi untuk Generasi Sekarang

Nilai perjuangan Syekh Nawawi al-Bantani bisa menjadi contoh penting bagi remaja masa kini. Semangat belajarnya mengajarkan bahwa kesuksesan butuh kerja keras dan ketekunan, bukan serba instan. Sikap rendah hatinya juga relevan di era media sosial, di mana banyak orang ingin terlihat hebat—remaja bisa belajar untuk tetap sopan, menghormati guru, dan tidak sombong.

Selain itu, cintanya kepada tanah air mengingatkan kita untuk peduli pada lingkungan, menjaga persatuan, dan berbuat baik bagi masyarakat sekitar. Keteguhan beliau dalam beribadah dan memegang prinsip juga dapat menjadi contoh agar remaja tidak mudah terpengaruh hal negatif dan tetap berpegang pada nilai-nilai kebaikan.

Secara singkat, teladan Syekh Nawawi mengajarkan remaja untuk rajin belajar, berakhlak baik, disiplin, dan menjadi generasi yang bermanfaat.

9.Syaikh Nawawi al-Bantani dikenal sebagai ulama yang sangat tekun, produktif menulis, dan tetap rendah hati. Di era modern, gangguan seperti teknologi, media sosial, dan kesibukan sering membuat belajar menjadi tidak fokus. Karena itu, nasihat dari beliau tentang cara menjaga hati, niat, dan keteguhan dalam menuntut ilmu sangat penting bagi saya agar bisa belajar dengan lebih disiplin dan penuh keberkahan.

10.“Dari tanah Banten ia berangkat jauh, namun cahaya ilmunya pulang menerangi Nusantara. Syaikh Nawawi mengajarkan bahwa ilmu sejati lahir dari kerendahan hati dan ketulusan mengabdi.”

Berita Popular

Advertisement