ulama Abu Abdul Mu\'thi Nawawi Al-Tanari Al-Bantani

ulama Abu Abdul Mu\'thi Nawawi Al-Tanari Al-Bantani

Syekh Nawawi Al-Bantani (Abu Abdul Mu'thi Nawawi Al-Tanari Al-Bantani)

Sayyid Ulama al-Hijaz: Imam Nusantara di Dua Kota Suci

1. Asal-Usul dan Latar Belakang

Lahir: Kampung Tanara, Kecamatan Tirtayasa (sekarang Tanara), Kabupaten Serang, Banten, Indonesia, sekitar tahun 1230 H / 1813 M.

Wafat: Makkah, Arab Saudi, pada tanggal 25 Syawal 1314 H / 1897 M. Dimakamkan di pemakaman Ma'la (Jannatul Mu'alla) di Makkah.

Lingkungan Keluarga: Berasal dari keluarga ulama terpandang.

Ayah beliau, KH. Umar bin 'Arabiy, adalah seorang ulama dan penghulu di Tanara.

Lingkungan ini menjadi fondasi kuat yang menanamkan semangat belajar agama sejak usia dini. Silsilah beliau konon bersambung hingga ke tokoh penyebar Islam di Nusantara, Maulana Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati).

2. Perjalanan Menuntut Ilmu

Tempat Belajar:

Banten: Belajar dari ayah dan ulama lokal seperti Kyai Sahal dan KH. Yusuf.

Makkah & Madinah (Hijaz): Berangkat haji dan bermukim di Makkah sejak usia sekitar 15 tahun, menjadikan Makkah sebagai pusat pendidikan utamanya.

Guru-Guru Terkenal di Haramain:

Syekh Ahmad an-Nahrawi.

Syekh Ahmad ad-Dimyati.

Syekh Muhammad Khathib Duma al-Hanbali.

Syekh Zainuddin Aceh (ulama Nusantara).

Tantangan Terbesar:

Perjalanan Panjang: Menghadapi risiko dan kesulitan perjalanan laut yang memakan waktu berbulan-bulan dari Banten ke Makkah.

Pengawasan Kolonial: Terpaksa menetap di Makkah karena adanya pengawasan ketat dan pembatasan dakwah dari pemerintah kolonial Belanda di tanah air.

3. Karya Intelektual

Syekh Nawawi Al-Bantani adalah ulama yang sangat produktif dengan total karya tidak kurang dari 115 kitab dalam berbagai disiplin ilmu.

Karya Tulis Penting

Bidang Ilmu

Isi Singkat dan Pengaruh

Maraḥ Labīd li Kashf Ma’nā al-Qur’ān al-Majīd (Tafsir Munir)

Tafsir

Tafsir Al-Qur'an dengan corak Ahlussunnah wal Jama'ah (Asy'ariyah dan Syafi'iyah). Kitab ini sangat populer di pesantren-pesantren Asia Tenggara.

Nihāyah az-Zain fī Irshād al-Mubtadi’īn

Fikih

Kitab fikih mazhab Syafi'i yang menjadi rujukan kurikulum wajib pesantren. Menjelaskan secara rinci bab-bab fikih.

Nashā'iḥ al-'Ibād

Tasawuf/Akhlak

Syarah atas karya Ibnu Hajar al-'Asqalani. Berisi kumpulan nasihat tentang etika dan moralitas Islam untuk membimbing umat.

Marāqī al-'Ubūdiyyah

Tasawuf/Akhlak

Syarah atas Bidāyah al-Hidāyah (Imam Al-Ghazali). Kitab yang sangat penting dalam pembahasan adab dan tata cara menjalani kehidupan spiritual Islami.

4. Peran dan Kontribusi Global

Bidang Keahlian: Fikih, Tafsir, Tasawuf, dan Pendidikan.

Peran Internasional:

Dianugerahi gelar Sayyid Ulama al-Hijaz (Pemimpin Ulama Hijaz).

Diakui sebagai Guru Besar Haromain (Makkah dan Madinah) yang memiliki murid dari berbagai penjuru dunia.

Menjadi jembatan keilmuan penting antara ulama Nusantara dengan ulama Timur Tengah.

Negara Perjuangan: Indonesia (Banten) dan Arab Saudi (Makkah & Madinah).

5. Murid dan Jaringan Keilmuan

Murid-murid beliau menjadi tokoh sentral dan pendiri organisasi Islam besar di Indonesia:

KH. Hasyim Asy'ari: Pendiri Pondok Pesantren Tebuireng dan Nahdlatul Ulama (NU).

KH. Ahmad Dahlan: Pendiri Muhammadiyah.

KH. Khalil Bangkalan: Ulama besar Madura, guru dari KH. Hasyim Asy'ari.

Syekh Muhammad Mahfuzh At-Tarmasi: Ulama Nusantara yang juga menjadi pengajar di Makkah.

6. Perjuangan dan Keteguhan Iman

Bentuk Perjuangan:

Perlawanan Intelektual: Melalui karya tulis dan fatwa-fatwa yang menyebarkan semangat jihad dan kemerdekaan, meskipun berada jauh di Makkah.

Pendidikan Pemimpin: Mendidik calon-calon pemimpin dan ulama Nusantara di Makkah yang kelak kembali untuk memimpin perjuangan fisik dan intelektual di tanah air.

Keberanian dalam Berdakwah: Ditunjukkan dengan keputusan untuk bermukim di Makkah dan menyebarkan ilmu secara global, sebagai respons terhadap tekanan dan pembatasan dakwah dari kolonial Belanda di Banten.

7. Nilai-Nilai Keteladanan

Nilai moral dan karakter yang paling menonjol:

Semangat Belajar dan Produktivitas: Dijuluki "Si Pena Emas" karena mampu menghasilkan ratusan karya di tengah kesibukan mengajar, menunjukkan kerja keras intelektual yang luar biasa.

Rendah Hati dan Kesederhanaan: Meskipun menduduki posisi ulama tertinggi di Hijaz, beliau dikenal hidup sederhana dan fokus pada ilmu, menjauhkan diri dari kemewahan duniawi.

Cinta Tanah Air (Nasionalisme Intelektual): Ditunjukkan dengan selalu menyematkan gelar Al-Bantani dan perhatiannya yang besar terhadap perkembangan ulama dan umat dari Nusantara.

8. Relevansi untuk Generasi Sekarang

Literasi dan Karya (Konten Kreatif): Remaja harus mencontoh semangat beliau untuk menjadi produktif. Di era digital, ini berarti menjadi pencipta konten (content creator) yang positif dan menyebarkan ilmu, bukan hanya menjadi konsumen.

Memegang Teguh Sanad Keilmuan: Tidak puas hanya dengan informasi instan, tetapi harus mencari ilmu dari sumber dan guru yang jelas (sanad yang sahih), seperti beliau yang gigih mencari guru terbaik.

Visi Global: Berani bermimpi dan berkarya melampaui batas negara, memanfaatkan teknologi untuk berkontribusi dan membawa nama baik bangsa di kancah internasional.

9. Inspirasi Pribadi

Pertanyaan: "Yā Syekh, di tengah kesibukan Anda mengajar di Masjidil Haram dan menulis ratusan kitab, bagaimana Anda mengatur waktu dan menjaga keikhlasan agar semua karya Anda tetap bermanfaat abadi bagi umat?"

Alasan: Pertanyaan ini sangat penting karena produktivitas tinggi seringkali dibarengi risiko cepat lelah atau kehilangan fokus spiritual. Jawaban beliau akan memberikan panduan praktis dan spiritual tentang manajemen waktu (waqt), prioritas, dan menjaga niat (Ikhlas) dalam beramal dan berkarya, yang merupakan kunci keberkalan sebuah karya.

10. Karya Kreatif Kelompok

(Puisi Pendek: "Lentera Tanara")

Dari Banten, ia berangkat merantau, menggapai Ka'bah. Bukan harta dikejar, namun ilmu jadi penawar. Di Haramain, namanya berkibar, fatwanya tersebar. Pena Emas tak pernah lelah merangkai hikmah dan ikhtiar.

Tafsirnya menaungi, fikihnya memandu jalanku. Jejakmu, Yā Syekh Nawawi, adalah mercusuar: Mencintai ilmu, kunci untuk hidup yang benar.

Berita Popular

Advertisement